Minggu, 13 Juni 2010

Fenomenologi

Menelusuri pengalaman sendiri yang di anggap penting melalui deskripsi.
Jujur, saya adalah tergolong anak yang sedikit nakal, ketika duduk di bangku sekolah, membolos serta berkelahi sudah cukup akrab dengan keseharian saya. Malas dalam belajar dan mengerjakan tugas sekolah merupakan kebiasaan yang sulit saya tinggalkan.
Saat duduk di bangku SD saya termasuk siswa yang sering membolos sekolah serta sering berkelahi dengan teman, meskipun ujung-ujungnya suka menangis. Kemudian ketika duduk di bangku SMP kebiasaan tersebut cukup berkurang, karena Ibu saya adalah salah satu guru di SMP tersebut, saya sangat hampir tidak pernah membolos sekolah dan berkelahi di sekolah. Setelah lulus SMP, saya memutuskan untuk melanjutkan SMA di luar kota kelahiran saya. Kediri menjadi kota yang saya pilih sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikkan di tingkat SMA. Karena di Kediri saya jauh dari pengawasan orang tua, kebiasaan buruk saya pun muncul lagi. Puncaknya adalah ketika saya duduk di kelas XI (sebelas), karena lingkungan pergaulan pada saat itu sangat mendukung saya menjadi anak nakal. Masuk ruang BK sudah merupakan hal yang biasa bagi saya. Sering sekali membolos disaat jam pelajaran dan berkelahi, bahkan saya sempat melakukan penindasan yang tak memiliki alasan apapun terhadap adik kelas. Benar-benar satu massa dimana saya tidak melakukan pola pikir yang panjang disetiap tindakkan. Dari semua itu akhirnya saya juga tetap bisa lulus dan melanjutkan pendidikkan ke tingkat universitas.
Saya sempat merasa kacau ketika saya tidak bisa di perguruan tinggi negeri idaman saya. Tapi kemudian saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di kota Bandung, meskipun bukan di perguruan tinggi negeri idaman saya. Bandung merupakan kota tujuan yang sempat membuat ciut nyali saya karena saya benar-benar buta tentang Bandung, saudara pun tidak ada yang tinggal di kota tersebut. Dengan rasa ragu saya tetap memutuskan tetap melanjutkan perkuliahan di Bandung. Dalam masa awal perkuliahan, kebiasaan membolos dan berkelahi sudah bisa saya tinggalkan. Tapi kebiasaan malas belajar masih tetap ada. Pada semester awal saya cukup tidak semangat dengan perkuliahan yang ada, terlebih ketika ada debat atau disksusi di kelas, saya cenderung lebih memilih untuk diam dan masa bodoh. Ketika ujian pun saya lebih mengandalkan orang lain dari pada diri sendiri. Pada akhir semester I (satu) hasilnya sudah bisa ditebak, IP saya hanya 2,7. Terus terang baru kali ini saya merasa kecewa dengan nilai jelek yang saya dapat, karena lingkungan saya yang baru tergolong lebih banyak anak-anak yang rajin. Ketika saat itulah saya merasakan bahwa saya harus bisa melakukan apa yang teman-teman saya bisa lakukan. Saat semester II (dua) saya memiliki keyakinan yang kuat bahwa saya bisa seperti mereka, saya bisa berubah menjadi lebih baik. Selama semester II (dua) saya berusaha untuk merubah kebiasaan saya. Mulai menjadi memiliki minat belajar, ketika debat dan diskusi di kelas pun saya ikut aktif. Dengan segala apa yang saya perbuat pada semester II (dua), ternyata pada hasil akhir semester II (dua) IP saya mencapai 3,5. Sejak semester II (dua) sampai saat ini saya bisa berubah menjadi lebih baik. Mulai saat itu saya sadar pada dasarnya Tuhan menciptakan semua manusia sama, tergantung hanya bagaimana manusia tersebut memiliki kemauan.

Mencari fakta atau frase yang mengungkapkan pengertian sebuah peristiwa.
 Karena lingkungan pergaulan pada saat itu sangat mendukung saya menjadi anak nakal.
 Mulai saat itu saya sadar pada dasarnya Tuhan menciptakan semua manusiasama, hanya tergantung bagaimana manusia tersebut memiliki kemauan.

Menginterpretasikan dan membuat penyataan singkat dari peristiwa sesuai bahasa aslinya.
 Karena lingkungan pergaulan pada saat itu sangat mendukung saya menjadi anak nakal.
Meskipun kepribadian sesorang dapat dibentuk oleh dalam diri sendiri. Namun frase di atas membuktikan bahwa lingkungan pergaulan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Ketika seseorang berada dalam suatu lingkungan yang baik, maka orang tersebut cenderung akan ikut baik, dan sebaliknya ketika seseorang berada dalam suatu lingkungan yang tidak baik, maka orang tersebut cenderung akan ikut tidak baik.
 Saat semester II (dua) saya memiliki keyakinan yang kuat bahwa saya bisa seperti mereka, saya bisa berubah menjadi lebih baik.
Dari frase di atas dapat diambil kesimpulan bahwa segala sesuatu perbuatan atau tindakkan yang berlandaskan oleh keyakinan yang kuat, pasti kesempatan untuk terwujudnya tujuan dari perbuatan atau tindakkan tersebut semakin besar. Ketika kita melakukan sesuatu perbuatan atau tindakkan dengan keyakinan yang setengah-setengah maka hasil yang didapatkan akan cenderung tidak maksimal.
 Mulai saat itu saya sadar pada dasarnya Tuhan menciptakan semua manusiasama, hanya tergantung bagaimana manusia tersebut memiliki kemauan.
Tuhan maha adil, istilah tersebut dapat menggambarkan dari frase di atas. Kita semua sebagai manusia biasa pada dasarnya sama, Tuhan menciptakan kita dengan adil. Lahir tanpa membawa apa pun, dan ketika meninggal kita tidak akan membawa apapun kecuali pahala dan dosa dari apa yang telah kita perbuat di dunia. Ketika pada kehidupan di dunia ada manusia yang mengalami nasib berbeda-beda, hal tersebut lebih di sebabkan ada atau tidaknya kemauan untuk berubah dari dalam diri manusia itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar